Review Tujuh Pelajaran Singkat Fisika

Daftar Isi [Tampil]
    Pertama kali tahu buku ini dari postingan salah seorang selebtweet pada 2018. Tidak banyak yang diceritakan, tetapi judulnya sudah menarik perhatian. Siapa sih yang tidak kenal fisika? Mata pelajaran yang rasanya nano-nano. Jurusan di kampus yang sering membuat orang-orang berekspresi ‘wow’ pada saat disebutkan. Hmmm ... kenapa ya? 

    review buku tujuh pelajaran singkat fisika

    Tujuh Pelajaran Singkat Fisika

    Penulis: Carlo Rovelli
    Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
    ISBN: 978-602-03-8147-3
    Jumlah halaman: 70 halaman
    Cetakan pertama: 2018

    Ini sebuah buku tentang sukacita penemuan. Sebuah pengantar fisika modern yang memengaruhi pikiran, menghibur, dan menyenangkan, serta telah menjadi buku terlaris di Italia dan Inggris Raya. Carlo Rovelli menawarkan penjelasan yang mengejutkan—dan secara mengejutkan mudah ditangkap—tentang relativitas umum, mekanika kuantum, zarah-zarah dasar, gravitasi, lubang hitam, arsitektur rumit jagat raya, dan peranan manusia di dalam dunia yang menakjubkan dan aneh ini. Ia membawa kita menuju batas-batas pengetahuan kita: ke sudut-sudut terkecil tatanan penting ruang, kembali ke asal-usul jagat raya, dan ke dalam proses pemikiran kita.

    Sekilas Tujuh Pelajaran Fisika

    Tujuh Pelajaran Singkat Fisika adalah terjemahan dari judul aslinya ‘Sette brevi lezionidi fisica’ pada tahun 2014 dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 2015 dengan judul ‘Seven Brief Lessons on Physics’. Hak cipta terjemahan Indonesia-nya sendiri terbit pada tahun 2018. Di negara aslinya, Italia dan Britania Raya, buku ini adalah buku best seller.

    Buku ini adalah kumpulan esai Carlo Rovelli yang tadinya diterbitkan pada edisi Minggu di salah satu koran di Italia, Il Sole 24 Ore. Seperti judulnya, buku ini terdiri dari tujuh bab yang membahas tujuh tema berbeda dalam Fisika, yakni relativitas umum, mekanika kuantum, zarah-zarah dasar, gravitasi, lubang hitam, arsitektur jagat raya, hingga peranan manusia dalam dunia yang terhampar luas ini. Dan semua itu dirangkum hanya dalam 70 halaman pada buku berbahasa Indonesia. 

    Membaca Tujuh Pelajaran Singkat Fisika seperti dibawa untuk menengok kembali sejumlah mata kuliah Fisika bertahun silam. Kotak-kotak ingatan itu ibarat dipaksa untuk dibuka lagi, meski tidak mudah. 

    Review Tujuh Pelajaran Fisika

    Kotak Ingatan Bernama Teori Relativitas

    Teori Relativitas selalu dikaitkan dengan Albert Einstein. Sebaliknya, Einstein juga selalu dikaitkan dengan teori Relativitas. Meski orang pada umumnya mengenalnya sebagai persamaan E (energi) sama dengan m (massa) yang dikalikan dengan c2 (kuadrat laju perambatan cahaya di ruang hampa), penulis Carlo Rovelli justru mengatakan kalau teori ini adalah teori terindah. 

    Kelahiran teori Relativitas diawali dari adanya dua anggapan berbeda soal cahaya. Pada fisika klasik, cahaya dianggap sebagai partikel, sementara dalam fisika modern, cahaya mengalami pergeseran dan dianggap sebagai gelombang. Gagasan ini lahir dari pemikiran seorang fisikawan Jerman, Max Planck. Berdasarkan percobaan dan perhitungannya, Planck menyimpulkan jika energi yang berupa cahaya terdistribusi dalam kuanta yaitu paket atau kotak-kotak energi. Saat itu, pemikiran Planck masih dianggap terlalu abstrak dan belum bisa diterima apalagi dipahami. 

    Beberapa tahun kemudian, barulah Einstein dengan pemikirannya dapat memahami teori Planck, seperti diungkapkan Rovelli pada halaman 12, “Dalam nomenklatur fisika, penemuan tersebut juga menandai awal lahirnya salah satu percabangan ilmu fisika yaitu berupa mekanika kuantum, tepat pada tahun 1900. Bagi Planck, memperlakukan energi seolah-olah terbagi-bagi menjadi paket-paket adalah trik perhitungan, dan dia sendiri tak sepenuhnya mengerti alasan mengapa cara itu efektif. Einstein-lah yang lima tahun sesudahnya mengerti bahwa ‘paket-paket’ energi itu nyata.” 

    Gagasan Planck yang kemudian berhasil dipahami oleh Einstein inilah yang menjadi awal lahirnya Teori Relativitas. Gagasan mengenai Teori Relativitas pun akhirnya lahir dalam dua tahap, yakni relativitas khusus (1905) dan relativitas umum (1915). Pada halaman 13 diungkapkan juga bahwa, “Karya Einstein awalnya dianggap hanya omong kosong seorang anak muda brilian oleh para koleganya. Sesudahnya, Einstein mendapat hadiah Nobel karena karya itu. Jika Planck adalah ayahnya teori kuantum, maka Einstein adalah pengasuhnya.” 

    Seiring berjalannya waktu, relativitas umum kemudian berkembang semakin luas dan terkait dengan bidang-bidang lain seperti kosmologi, astrofisika, gelombang gravitasi, lubang hitam, dan banyak lagi. Bersamaan dengan teori relativitas, mekanika kuantum juga menjadi dasar bagi penelitian tentang fisika atom, fisika nuklir, fisika zarah dasar, fisika zat terkondensasi, dan banyak lagi. 

    Pelajaran Kedua

    Puas bicara soal keindahan teori yang diungkapkan Einstein, pada bagian-bagian berikutnya Rovelli membahas sejumlah hal berbeda: kuanta, arsitektur jagad raya, zarah, bulir-bulir ruang, hingga masalah probabilitas, waktu, dan panas lubang hitam. 

    Ketika kuanta membahas tentang konsep cahaya, maka arsitektur jagad raya dibangun dari dua konsep: struktur mikro zarah dan struktur makro alam raya. Sebuah kontradiksi yang menarik. Yang menjadi kesamaan dari keduanya adalah, hingga saat ini pelajaran tentang keduanya masih belum menemukan ujungnya. Penemuan atom, elektron, proton hingga kuark dan gluon nyatanya masih belum membuat ilmuwan berhenti mencari partikel yang lebih kecil lagi. Pun penjelajahan jagad raya yang kemudian berkembang dan semakin mempertanyakan ‘keberadaan’ hal yang selama ini dikenal umum, ‘gaya gravitasi’. Benarkah gaya gravitasi nyata? 

    Dalam perkembangannya, hal ini kemudian membuat kabur konsep gaya gravitasi yang selama ini umum dikenal. Hingga memunculkan pemikiran; ‘Orang-orang seperti kami yang percaya fisika, tahu bahwa pembedaan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan hanyalah ilusi yang tak hilang-hilang.’ (hal. 52) 

    Pemikiran ruang dan waktu ini yang kemudian jadi bahan kajian Hawking, hingga memunculkan istilah ‘Lubang Hitam’. “Dengan menggunakan mekanika kuantum, Hawking berhasil menunjukkan bahwa lubang hitam selalu ‘panas’. Lubang hitam memancarkan panas seperti kompor. Hal ini merupakan indikasi nyata pertama mengenai hakikat ‘ruang panas’. Belum ada yang pernah mengalami panas itu karena sangat samar pada lubang-lubang hitam yang telah diamati sejauh ini-tapi perhitungan Hawking meyakinkan, sudah diulang dengan berbagai cara, dan realitas panas lubang hitam sudah diterima secara umum.” (hlm. 55-56). 

    Fisika dan Diri Kita

    Setelah perjalanan panjang dan beragam pelajaran dijelajahi, Rovelli akhirnya mengajak pembaca untuk kembali pada subjek ‘diri kita sendiri’. Rasa ingin tahu yang dimiliki manusia terhadap alam semesta secara naluri disampaikan Rovelli, “Ada garis depan tempat kita belajar, dan hasrat kita akan pengetahuan terus membara. Pengetahuan ada di sudut-sudut terkecil tatanan ruang, di asal usul jagat raya, di hakikat waktu, di fenomena lubang hitam, dan di proses pemikiran kita sendiri. Di sana, di ujung pengetahuan kita, di depan samudra ketidaktahuan, bersinarlah misteri dan keindahan dunia. Sungguh menakjubkan.” (hlm. 70). 

    Pada akhirnya, pembaca diajak untuk melakukan renungan pada diri sendiri. Renungan tentang adanya keterbatasan pengetahuan manusia, renungan terhadap penemuan yang bisa saja salah dan baru ditemukan kebenarannya di kemudian hari hingga peran apa yang selama ini telah dilakukan manusia terhadap sains itu sendiri. 

    Baca juga review astrofisika untuk orang sibuk.

    Kesimpulan

    Dosen saya semasa di kampus pernah mengatakan, ‘Physics is beautifull. Fisika itu cantik.’ Mungkin dengan alasan yang sama juga, Rovelli mengajak kita semua menjelajahi fisika lewat tulisan-tulisannya dengan cara yang jauh lebih sederhana agar bisa dinikmati dan dipahami oleh siapa saja. Tidak melulu soal angka dan rumus. Nyatanya, fisika ada di sekitar kita, dialami oleh diri kita sendiri dan menjadi salah satu hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan manusia. 

    Di akhir buku, Rovelli mengungkapkan

    ‘Sudah menjadi sifat kita untuk mencintai dan bersikap jujur. Sudah menjadi sifat kita untuk ingin mengetahui lebih banyak dan terus belajar. Pengetahuan kita mengenai dunia terus tumbuh.’ (hal 70)

    5 komentar:

       
    1. Semasa sekolah pelajaran yg paling sy benci ya ini :D

      Gegara harus lulus kuliah aj, jd serius belajar fisika dan suka ^^

      BalasHapus
      Balasan
      1. Benci jadi suka 🤭😆

        Hapus
      2. Bisa dibilang, guru yg ngajarin fisika tu ngaruh bgt na. Pas kuliah itu dosennya ngajarin fisika dengan cara yang simpel bgt, di kehidupan sehari-hari. Pas smp-sma cuma ngitung dan rumus :'(

        Hapus
      3. duh ini makjleb banget deh. jangan-jangan selama ini ngajar abstrak banget ya, hehehehe

        Hapus
      4. Hehe... Semoga enggak, na

        Hapus

    Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak di Blognya Bening Pertiwi. Mudah-mudahan postingan saya bisa bermanfaat dan menginspirasi kamu :)

    Note :

    Maaf komen yang brokenlink akan saya hapus jadi pastikan komentar kamu tidak meninggalkan brokenlink ya.

    Diberdayakan oleh Blogger.